Sepuluh bahkan lima belas tahun silam, pemberian video syuting di trek balap membuat peserta lomba terasa nyaman. Tak puas atas keputusan juri (Let), joki langsung bilang protes, selanjutnya diputar ulang dimeja protes dengan membuka video rekam.
Dari hasil yang didapat, ada bebera joki merasa dirugikan. Karena, terkadang pembalap yang diputuskan oleh juri menang, dimeja protes menjadi kalah. Dan ini tidak satu atau dua protes, dari 10 protes ada sekitar dua atau tiga yang terjadi seperti ini.
Mengapa?
Dari pengamatan beritamerpati.com yang terjun di dunia merpati balap, atau sering disebut dunia Andhokan sejak tahun 1996, saat itu masih Tabloid AGROBIS, dilanjut dengan Tabloid Burung, kelemahan dari kamera ini karena kualitas kamera yang disediakan oleh panitia kurang mumpuni.
Tak hanya itu, kamera yang disediakan oleh panitia lomba hanya satu sisi, sehingga jika ada satu sisi tidak jelas, maka tidak bisa dilihat pada sisi lainnya. Misalnya, jika pada sisi kanan, terhadang oleh joki ketika pembalap sampai di tangan joki, maka pada sisi lainya yakni sisi kiri yang kita lihat berikutnya.
Dari sini, bisa dipastikan pembalap akan kelihatan saat tiba ditangan joki. Saat itulah hakim juri bisa memutuskan mana yang kalah atau mana yang menang.
Jika tidak kelihatan juga (kejadian ini minim sekali), karena terhadang oleh joki sebelah kiri, maka hakim juri bisa memutus drow.
Mengapa?
Karena hakim juri tidak bisa melihat kedatanan pembalap ketangan joki, akibat terhalang oleh badan joki.
Dan ini sudah masuk dalam aturan lomba. Garis besar aturannya berbunyi, “Hakim juri memutuskan suatu protes, dengan melihat video rekam. Sebelum memutuskan, hakim juri melihat secara berlahan-lahan dari frame per frame lewat monitor, sehingga kedua joki bisa melihat dengan jelas. Selanjutnya hakim juri melakukan putusan. Putusan hakim juri mutlak”.
Sementara itu, mengapa yang menang bisa kalah?
Kita bercerita lagi. Pernah panitia di Bandung mencoba untuk meletakkan dua kamera. Namun kali ini, alat rekamnya dua juga. Lain seperti saat ini, dengan dua camera, alat rekam hanya satu (model CCTV).
Setelah membuka rekaman pada sisi kanan, dinyatakan joki kanan menang. Setelah itu, dicoba untuk membuka sisi kiri, maka sebelah kiri-lah yang menang. Dengan dua alat dan hasilnya berlawanan, membuat panitai saat itu kebingungan.
Dan akhirnya diputus untuk memakai satu kamera, terserah sebelah kanan atau kiri. Intinya, hanya satu kamera saja, biar tidak ada kerancuan dalam memutuskan protes”.
“Apa tidak merugikan salah satu pihak,” tanya peserta saat itu.
Ya, namanya semua keputusan pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan. Karena ini sama-sama pakai dan tidak bisa joki memilih tempat joki sebelah kiri atau kanan, semua dilakukan dengan undian saat terbangan pertama. Saat itulah, disetiap lomba hanya dipasang satu kamera.
Dari perkembagan teknologi dan menginjak ke mesin computer plus handicam, atau sejenisnya. Al hasil, protes yang dilakukan oleh peserta lomba mulai sedikit lebih jelas. Namun ada saja, yang kurang puas, karena posisi merpati ketika mau sampai ketangan joki sedikit kabur, meskipun 70% kelihat jelas. Namun masih ada sedikti kaburnya, sehingga putusan sering berdebat.
Lambat laun, model computer, mulai ditinggalkan seiring dengan munculnya CCTV. Mulailah panitia menggunakan camera CCTV dan hasilnya cukup bagus. Karena teknologi CCTV yang tiap tahun berjalan dan penuh dengan inovasi, muncul teknologi lebih bagus, maka CCTV lama yang menggunakan dua camera ditingalkan dengan cameran CCTV lebih bagus lagi (tetap dua kamera).
Inilah yang saat ini mulai dilakukan oleh panitia lomba, baik di lomba tingkat daerah maupun nasional. Sehingga hasilnya lebih jelas dan posisi joki saat menerima pembalap bisa dilakukan pembesaran gambar (Zoom).
Apa yang terjadi lima belas, bahkan 10 tahun silam, pakai dua camera menimbulkan keputusan saling berlawanan, saat ini tidak lagi.Yang ada keputusan jelas, meski saat pemutaran video protes dilakukan kamera kiri atau kanan. Hasilnya tambah lebih jelas.
Misalnya, ketika kedua joki diputarkan kamera pada sisi sebelah kanan hasilnya kalah. Hanya kalah dalam satu ketukan (klik mouse). Karena merasa pembalapnya kalah tipis dan berharap bisa drow, maka menginginkan posisi kamera sebelah kiri.
Setelah diputar, tidak lagi satu ketukan kalah, melainkan bisa tiga sampai empat ketuk kalahnya. Disinilah kehebatan kamera CCTV saat ini, tidak ada keraguan ketika peserta melakukan protes.
Jika ditempat finish, diputus kalah. Selanjutnya di video rekam hasilnya tetap kalah, maka memang pembalap tersebut kalah. Jangan harap bisa drow. Sebaliknya, jika setelah diputar hasilnya malah menang, maka putusan juri saat di finish salah.
Ya, semua manusia tidak ada yang sempurna, bisa juga akibat kelelahan di finish akibat terik sinar matahari. Namun kejadian seperti ini minim sekali dan lebih banyak yang protes kalah dimeja protes, saat hakim juri memutar video rekam.
Ini bisa dibuktikan dengan pemasukan uang protes ke panitia lomba sampai tembus jutaan rupiah. Ini pernah terjadi di lomba naisonal Pasuruan di trek balap Lanud Raci tembus Rp 3 juta lebih.
Disinilah sisi positif (kelebihannya) dengan menggunakan dua kamera pada saat ini, hasilnya sama-sama baiknya dan tidak ada lagi joki merasa kecewa hasilnya kok nggak sama saat digaris finish.
Kalau memang kalah, ya kalah dan jika menang, pasti di video rekam pasti menang.